Rabu, 30 Mei 2018

Sepasang Kaku Tanpa Ragu

Awan hitam menggantung tebal di langit-langit sore, terbentang mengitari seluruh ufuk, matahari yang tadi bersinar gagah kini bersembunyi dibalik mantel tebal, angin berkesiur kencang menampar telinga, suaranya seperti kelepak sayap elang yang terbang mengitari bumantara, sebentar lagi langit yang tadi cerah akan dipeluk hujan.
Hujan reda gerimis sisa, tapi tidak melunturkan secercah tekad kami untuk melihat keindahan alam raya.
Kami berdiri berdampingan, bersama mentatap ke ujung puncak, aku mengunci tatapan pada mata sayu yang selalu bersinar itu. memastikan tidak ada keraguan diantara kami.
 Berjalan bersama kepulan air yang bergumul dengan angin yang mencoba menerpa, dingin habis hujan sore itu menyelusup tubuh, harum dari aroma tanah setelah hujan tercium khas, wanginya memutar terbang terbawa angin mengitari udara. tanaman perdu yang menari terus menyemangati langkah demi langkah, gema dari angin yang berhembus lirih memberikan semangat untuk terus berjalan.
Detik itu aku melihat kenyataan dimatamu, di dalam mata sayu yang di payungi alis alami yang tidak akan purba oleh waktu, mata itu menyadarkanku bahwa hidup akan baik-baik saja selama aku berjalan bersamamu.
Jemari yang aku idamkan sejak lama kini mendekap erat, dekapan yang disemogakan tanpa memperdulikan waktu yang kian tua.
 Lagu lirih mengiringi langkah demi langkah, menemani untuk menggapai titik itu, namun waktu seakan terlalu cepat untuk bisa kita nikmati. Atau, terlalu sungkan untuk kita lewatkan, waktu dari sekian waktu yang sejak lama aku idamkan. waktu yang aku syukuri adanya. setidaknya untuk saat ini kita nikmati bersama.

Rebahkan lelah setelah sampai puncak.

Gerimis masih rinai puitik membelai kaki langit, malam turun seperti biasanya, namun di sebelah barat masih terlihat semburat kuning yang masih menyala, dia selalu punya cara termanis untuk berpamitan, suguhan semesta untuk kita berdua sore menuju malam; Kala itu.

BUKAN HITUNGAN MATEMATIK

Apakah kamu tau yang sedang kurasakan sekarang? betapa seringnya aku terhanyut dalam lapisan kekesalan, padahal itu hanya sebatas persepsi kekecewaanku terhadap keadaanku sekarang.
Terkadang aku hanya bisa menyalahkan posisiku, padahal itu adalah ketidak mampuanku untuk bertindak tegas dengan apa yang terjadi, persepsi tentang cinta yang mengubahku sekarang, sesuatu yang terkandung tak terbatas dan tak punya hitungan. Aku mengharapkan secarik harapan yang faktual. Atau belum bisa melihatnya dari sudut yang lain?
Meski konsekuensinya adalah sekat pembatasku semakin tipis, keseimbanganku harus di perdalam lagi, tidak mudah juga menjadi seseorang yang berpegang teguh pada persona orang lain.
Adalah ketidak tegasan yang aku anut sekarang, menentang terhadap intuisi dan ego, mungkinkah dikotomi tentang anomali perasaan yang tidak menentu, tidak sesuai dengan ekspektasi yang selalu kuharapkan, atau ketimpangan ideologi yang semakin rapuh. susah bagiku untuk menentukan sesuatu yang dualitas. aku seakan tak pernah bisa bertindak tegas tentang cinta, jika cinta bisa masuk dalam hitungan matematik pada angka berapakah ia akan pas, atau aku yang belum seutuhnya mafhum merumuskan cinta.
Aku tidak bisa merumuskan cinta lebih dari satu.

Selasa, 29 Mei 2018

YANG TERPALING

Duniamu teramat damai sebelum aku datang,  menjalani rutinitas dengan sangat teratur, aku menyeruak dari masa depan untuk menjemputmu. datang dengan cara paling sederhana di tempat tak terkira. Aku tak sehebat perajurit dengan kuda tempurnya, juga tak semewah kaum-kaum kapitalis, dengan cara ter-epik kamu bisa menghargai waktu yang terus berputar, kamu bisa menghargai setiap langkah peroses, menapaki setiap jalan dengan jeda. menikmati cumbuan di kesunyian belantara.
Aku menuntunmu menyusuri bentangan ufuk, menyapa nusantara tercinta.
Mungkin, kita memang ditakdirkan bertemu, bahkan sudah tersirat sejak kamu dilahirkan ke muka bumi ini, tuhan telah menulis takdir, sudah ada cetak biru bahwa aku dan kamu bertemu.
Entah kita terlahir dari golongan mana, yang aku tau, berada disampingmu membuat jantungku berdebar tak karuan, dan entah kenapa, aku jadi merasa aman dan baik-baik saja.
Aku dikirim ke bumi untuk meneliti kehidupanmu, mengintrogasi dengan cara termanis, kau bahkan menetapkan diriku untuk tetap berada disini. di planetmu.
Mungkin, karena duniamu teramat asing untuk orang sehening aku, aku yang sejak lama mendambakan sosokmu, kini makin takut akan kehilanganmu.
Kau luangkan waktumu untuk menggali perasaanku.


muhammadas, Tasikmalaya.2016

Jarak Antara Mimpi Dan Harapan

Dimana ada impian, disana tersimpan ke tidak pastian. Dimana ada kenyataan, disana tersimpan kepastian.
Kepastian itu mendamaikan, ke tidak pastian itu membuat kita semakin inventif.
Aku, sebagai seorang muda yang hidup dengan harapan-harapan, aku ingin berlari menjemput kenyataan.
Semuanya tentang mimpi, bagaimana aku sanggup terjaga menjaganya, sebelum bergerak beberapa langkah lebih cepat dari langkahku.
Dan aku, tidak mau mengapai mimpi oleh sebab keberuntungan-keberuntungan hingga harapan menjadi nyata dengan mudah, aku harus selalu menjaga jarak antara kenyataan dan mimpi, jarak dari aku dan mimpi adalah harapan.
Aku mencoba mencari arah tujuan tentang mimpi itu, menanyakannya kepada jendela kala hujan yang jatuh sore tadi, kemana arah menuju senyummu, kemana jalan menuju rumahmu.

Riak yang merinai di setiap sore sampaikan perlahan.

Dan aku mencoba mengikuti alur rahasia kehidupan, kelak bahwa kamu tidak berjalan sendirian, ada aku dalam setiap jejak langkahmu, kupastikan langkahku mengikuti jejakmu, dan tidak perlu tergesa-gesa, nikmati jeda; aku segera tiba.

Percayalah, kau tidak akan berjalan sendiri.


muhammadas, Tasikmalaya.2011

Pada Sebuah Dulu

Senyum itu yang pertama kali membisikkan, sebuah kata yang tidak mampu di terjemahkan, berharap semoga pada kapan, takdir mempertemukan kenyataan yang selalu menjadi angan-angan.
Dan untuk pertama kalinya, kau dan aku berpapasan tanpa terrencana, saling tatap tanpa ucap, saling menerka tanpa kata.
Harapan baru tercipta di sudut waktu, kala musim hujan waktu itu.
Hanya bersekat rinai yang memantik, tapi niat tak mampu menunjukkan wujudnya, asa tak mampu menyampaikan maksudnya.
Aku bukan pemuja, sebut saja aku si pemerhati sunyi.
Kau tidak sempurna untuk di cerna, hanya hati yang tidak pernah rela untuk kau pergi.
Soekarno pernah bersabda, ‘‘Ambil haluan kiri meski mereka memilih kanan’’, Maka aku memantapkan diri untuk senantiasa sejajar denganmu, mengetahui apa-apa tentangmu dan semoga aku mampu.
Aku tidak pernah tahu kapan kita di pertemukan kembali, mungkin esok pagi, mungkin bila nanti, atau bahkan seribu tahun lagi. Aku akan tetap berdiri disini, teguh bersama intuisi, karena hati nurani akan selalu berada di jalan inti.
Maka aku menuruti kata hati. Untuk sebuah kepastian, akan seperti apa akhir cerita kita nanti.

muhammadas, Tasikmalaya.2009

PROLOG

Berkaca pada pemaknaan rasa sakit yang sangat fatal bila salah dalam menyikapi, atau bermura pada penyesalan-penyesalan yang menyakitkan bila sewaktu-waktu terngiang. Maka aku memutuskan untuk menulis setiap jejak langkah peristiwa sepasang kita; ‘Kau dan Aku’ ke dalam bentuk fragmen dan puisi.
Aku yang dipecundangi kenyataan hanya bisa pasrah kepada takdir yang menjadi jalan hidupku sendiri. Seperti kata mereka; Hidup adalah tentang pilihan. Maka jalan ini yang aku tempuh kini.
Semoga kelak aku bisa lebih jujur, setidaknya untuk diri sendiri. Bukankah akan lebih sakit bila hidup dalam pengharapan yang tiada berujung?
Puisi dan Fragmen ini tercetus begitu saja disaat kau singgah di kehidupanku, kau datang diutus semesta untuk mengingatkan bahwa segala bentuk wujud hanya sebatas sementara.


                                        ***

Ciptakanlah jeda dalam hidup kalian untuk lebih menjaga hidup ini agar lebih seimbang. dengan setembikar teh hangat kala sudut cakrawala kemerahan terbakar mungkin bisa menjadi teman yang asyik untuk menuju imajinasi bawah sadar kalian. Selamat membaca karya-karya yang tidak sempurna ini.



Muhammadas, Tasikmalaya.2017

BELANTARA KOTA

Djuan mulai merapihkan tekad dan harapan di sela ransel, tidak lupa nama wanitanya, yang akan menamani di setiap jejak perjalanannya.

"Hati-hati, Tuan" lirih Laras dengan nada yang terbata-bata menahan tangis, ia mencoba tegar d hadapan kekasihnya kala itu.

Mereka bertemu di salah satu terminal keberangkatan malam itu.

"Ini petualangan yang sebenarnya, belantara yang sesungguhnya, tapi tak usah risau, Puan" kata Djuan meyakinkan wanitanya, ia usap air mata yang tidak bisa Laras tahan.

Laras mencoba tersenyum meski kesedihan nampak jelas di raut mukanya.

"Sampai jumpa dijalan, atau di rumah; kita semestinya berada" pungkas Djuan.

Air mata Laras terus membasahi pipinya yang kini mulai kemerahan, mataya menyaksi akan kepergian kekasihnya, ia mencoba tersenyum saat Djuan memeluknya untuk terakhir kalinya.

Langkah demi langkah, Djuan hilang di kejauhan jarak.


muhammadas, Bekasi.2017

Senin, 28 Mei 2018

PERADABAN LUKA

Kau ambil hatiku yang sedang meradang--dibuatnya sembuh perlahan,
Bangun; bisikmu nyaring menelisik pangkal telingaku.

Tersenyumlah, sapa senyummu; yang membuat jarum jam membisu, dan waktu berhenti ketika dua senyum yang tidak sengaja saling mencuri perhatian.

Kau tanam angrek dan tulip di sela senja, di sirami temaram gemintang yang turun di balik jendela tenda kita.

Aku terus berkutat dengan pikiranku sendiri, dan mencoba merebahkan angan di bahu jalan;  jalan menuju dirimu.

Tapi, tawar menawar waktu tidak pernah sepakat, kau pergi bersama awan pekat, meninggalkanku terlelap--disudut gelap



muhamadas, Buffalo Hill.2018

TERLELAP PAGI INI

Ingin ku muntahkan semua isi kepala
Namun daya tak sebanding dana
Prakata terbentur sistem yang ada
Koneksi, family, money

Imajinasi terbelenggu dalam ruang beku
Ekpektasi terpaku dalam kubangan ragu

Semalam, ku gores langit dengan semua keluh
Ku ajak angin bernada nyanyian pilu
Berharap pagi ini;
Penguasa tidak pura-pura buta
Petinggi tidak pura-pura tuli

Karena,
Janji-janji mereka hanya jadi pemanis
Selebihnya; Omong kosong!

Sudahlah,
Aku ingin tidur pagi ini
Aku ingin terlelap siang ini.


Muhammadas Jakarta.2018.