Selasa, 29 Mei 2018

Pada Sebuah Dulu

Senyum itu yang pertama kali membisikkan, sebuah kata yang tidak mampu di terjemahkan, berharap semoga pada kapan, takdir mempertemukan kenyataan yang selalu menjadi angan-angan.
Dan untuk pertama kalinya, kau dan aku berpapasan tanpa terrencana, saling tatap tanpa ucap, saling menerka tanpa kata.
Harapan baru tercipta di sudut waktu, kala musim hujan waktu itu.
Hanya bersekat rinai yang memantik, tapi niat tak mampu menunjukkan wujudnya, asa tak mampu menyampaikan maksudnya.
Aku bukan pemuja, sebut saja aku si pemerhati sunyi.
Kau tidak sempurna untuk di cerna, hanya hati yang tidak pernah rela untuk kau pergi.
Soekarno pernah bersabda, ‘‘Ambil haluan kiri meski mereka memilih kanan’’, Maka aku memantapkan diri untuk senantiasa sejajar denganmu, mengetahui apa-apa tentangmu dan semoga aku mampu.
Aku tidak pernah tahu kapan kita di pertemukan kembali, mungkin esok pagi, mungkin bila nanti, atau bahkan seribu tahun lagi. Aku akan tetap berdiri disini, teguh bersama intuisi, karena hati nurani akan selalu berada di jalan inti.
Maka aku menuruti kata hati. Untuk sebuah kepastian, akan seperti apa akhir cerita kita nanti.

muhammadas, Tasikmalaya.2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar