Hujan reda gerimis sisa, tapi tidak melunturkan secercah tekad kami untuk melihat keindahan alam raya.
Kami berdiri berdampingan, bersama mentatap ke ujung puncak, aku mengunci tatapan pada mata sayu yang selalu bersinar itu. memastikan tidak ada keraguan diantara kami.
Berjalan bersama kepulan air yang bergumul dengan angin yang mencoba menerpa, dingin habis hujan sore itu menyelusup tubuh, harum dari aroma tanah setelah hujan tercium khas, wanginya memutar terbang terbawa angin mengitari udara. tanaman perdu yang menari terus menyemangati langkah demi langkah, gema dari angin yang berhembus lirih memberikan semangat untuk terus berjalan.
Detik itu aku melihat kenyataan dimatamu, di dalam mata sayu yang di payungi alis alami yang tidak akan purba oleh waktu, mata itu menyadarkanku bahwa hidup akan baik-baik saja selama aku berjalan bersamamu.
Jemari yang aku idamkan sejak lama kini mendekap erat, dekapan yang disemogakan tanpa memperdulikan waktu yang kian tua.
Lagu lirih mengiringi langkah demi langkah, menemani untuk menggapai titik itu, namun waktu seakan terlalu cepat untuk bisa kita nikmati. Atau, terlalu sungkan untuk kita lewatkan, waktu dari sekian waktu yang sejak lama aku idamkan. waktu yang aku syukuri adanya. setidaknya untuk saat ini kita nikmati bersama.
Rebahkan lelah setelah sampai puncak.
Gerimis masih rinai puitik membelai kaki langit, malam turun seperti biasanya, namun di sebelah barat masih terlihat semburat kuning yang masih menyala, dia selalu punya cara termanis untuk berpamitan, suguhan semesta untuk kita berdua sore menuju malam; Kala itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar